Bahaya Rokok


DAMPAK MEROKOK BAGI KESEHATAN
DAN LINGKUNGAN
   
  Lebih dari 70.000 publikasi hasil penelitian medis yang membuktikan  pengaruh buruk akibat  rokok.    Dari    data  di  Indonesia,   sebagian  besar   perokok
berasal dari kalangan penduduk miskin. Secara tidak disadari, keluarga miskin meningkatkan   alokasi   anggaran   untuk  rokok  yang mengakibatkan anggaran untuk makanan pokok harus dikurangi. Bila dalam keluarga semacam ini terdapat anak kelompok balita, akan mengakibatkan kebutuhan gizi yang kurang sehingga dapat menyebabkan penyakit busung lapar.
Sudah merupakan kesepakatan masyarakat  dunia   untuk   membuat  Perjanjian Internasional dalam pengendalian rokok, yang dimulai oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) secara sistematik sejak tahun 1999 dan perumusannya selesai tahun 2003. Indonesia termasuk negara yang aktif memberikan sumbangan pikiran yang melahirkan Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Namun Indonesia tidak bersedia menandatanganinya pada tahun 2003 oleh karena pemerintah menganggap Indonesia belum siap. 
Menurut Framework Convention on Tobacco Control (FCTC)-WHO, produk tembakau adalah produk yang dibuat dengan menggunakan seluruh atau sebagian dari daun tembakau sebagai bahan dasar yang diproduksi untuk digunakan sebagai rokok yang dikonsumsi dengan cara dihisap, dikunyah, atau disedot. Produk tembakau ksususnya rokok dapat berbentuk sigaret, kretek, cerutu, lintingan, menggunakan pipa, tembakau yang disedot, dan tembakau tanpa asap.


BAHAYA ROKOK

Meski semua orang tahu akan bahaya   yang ditimbulkan akibat rokok, perilaku merokok tidak pernah surut dan tampaknya merupakan perilaku yang masih ditolerir oleh masyarakat. Dalam asap rokok terdapat 4000 zat kimia berbahaya untuk kesehatan, dua diantaranya adalah nikotin yang bersifat adiktif dan tar yang bersifat karsinogenik (Asril Bahar, harian umum Republika, Selasa 26 Maret 2002 : 19). Racun dan karsinogen yang timbul akibat pembakaran tembakau dapat memicu terjadinya kanker. Pada awalnya rokok mengandung 8-20 mg nikotin dan setelah dibakar nikotin yang masuk ke dalam sirkulasi darah hanya 25%. Walau demikian jumlah kecil tersebut  memiliki waktu hanya 15 detik untuk sampai ke otak manusia.
   Nikotin diterima oleh reseptor asetilkolin-nikotinik yang kemudian terbagi ke jalur imbalan dan jalur adrenergik. Pada jalur imbalan, perokok akan merasa nikmat, memacu sistem dopaminergik. Hasilnya perokok akan merasa lebih tenang, daya pikir serasa lebih cemerlang, dan mampu menekan rasa lapar. Sementara di jalur adrenergik, zat ini akan mengaktifkan sistem adrenergik pada bagian otak lokus seruleus yang mengeluarkan sorotin. Meningkatnya sorotin menimbulkan rangsangan rasa senang sekaligus keinginan mencari rokok lagi. (Agnes Tineke, Kompas Minggu 5 Mei 2002 : 22). Hal inilah yang menyebabkan perokok sangat sulit  meninggalkan rokok, karena sudah ketergantungan pada nikotin.
   Efek dari rokok/tembakau memberi stomulasi depresi ringan, gangguan daya tangkap, alam perasaan, alam pikiran, tingkah laku dan fungsi psikomotor. Jika dibandingkan zat-zat adiktif lainnya rokok sangatlah rendah pengaruhnya, maka ketergantungan pada rokok tidak begitu dianggap gawat (Roan, Ilmu kedokteran jiwa, Psikiatri, 1979 : 33)

Beberapa risiko kesehatan bagi perokok berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional tahun 2004 antara lain :

  • Di Indonesia rokok menyebabkan 9,8% kematian karena penyakit paru kronik dan emfisima pada tahun 2001.
  • Rokok merupakan penyebab dari sekitar 5 % stroke di Indonesia.
  • Wanita yang merokok mungkin mengalami penurunan atau penundaan kemampuan hamil, pada pria meningkatkan risiko impotensi sebesar 50%.
  • Ibu hamil yang merokok selama masa kehamilan ataupun terkena asap rokok dirumah atau di lingkungannya beresiko mengalami proses kelahiran yang bermasalah
  • Seorang bukan perokok yang menikah dengan perokok mempunyai risiko kanker paru sebesar 20-30% lebih tinggi daripada mereka yang  pasangannya bukan perokok dan juga risiko mendapatkan penyakit jantung.
  • Lebih dari 43 juta anak Indonesia berusia 0-14 tahun tinggal dengan perokok di   lingkungannya mengalami pertumbuhan paru yang lambat, dan lebih mudah terkena infeksi saluran pernafasan, infeksi telinga dan asma.
  • Disamping itu beberapa penyakit akibat merokok menurut Badan POM RI  antara lain:
  • Penyakit jantung dan stroke.
  • Satu dari tiga kematian di dunia berhubungan dengan penyakit jantung dan stroke. Kedua penyakit tersebut dapat menyebabkan “sudden death” ( kematian mendadak).
  • Kanker paru.
  • Satu dari sepuluh perokok berat akan menderita penyakit kanker paru. Pada beberapa kasus dapat berakibat fatal dan menyebabkan kematian, karena sulit dideteksi secara dini. Penyebaran dapat terjadi dengan cepat ke hepar, tulang dan otak.
  • Kanker mulut.
  • Merokok dapat menyebabkan kanker mulut, kerusakan gigi dan penyakit gusi
  • Osteoporosis.
  • Karbonmonoksida dalam asap rokok dapat mengurangi daya angkut oksigen darah perokok sebesar 15%, mengakibatkan kerapuhan tulang sehingga lebih mudah patah dan membutuhkan waktu 80% lebih lama untuk penyembuhan. Perokok juga lebih mudah menderita sakit tulang belakang.
  • Katarak.
  • Merokok dapat menyebabkan gangguan pada mata. Perokok mempunyai risiko 50% lebih tinggi terkena katarak, bahkan bisa menyebabkan kebutaan.
  • Psoriasis.
  • Perokok 2-3 kali lebih sering terkena psoriasis yaitu proses inflamasi kulit tidak menular yang terasa gatal, dan meninggalkan guratan merah pada seluruh tubuh.
  • Kerontokan rambut.
  • Merokok menurunkan sistem kekebalan, tubuh lebih mudah terserang penyakit seperti lupus erimatosus yang menyebabkan kerontokan rambut, ulserasi pada mulut, kemerahan pada wajah, kulit kepala dan tangan.
  • Dampak merokok pada kehamilan.
  • Merokok selama kehamilan menyebabkan pertumbuhan janin lambat dan dapat meningkatkan risiko Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Risiko keguguran pada wanita perokok 2-3 kali lebih sering karena Karbon Monoksida dalam asap rokok dapat menurunkan kadar oksigen.
  • Impotensi.
  • Merokok dapat menyebabkan penurunan seksual karena aliran darah ke penis berkurang sehingga tidak terjadi ereksi.




TIPE-TIPE PEROKOK
Menurut Silvan Tomkins (dalam Al Bachri,1991) ada 4 tipe perilaku merokok berdasarkan Management of affect theory, keempat tipe tersebut adalah :
1.      Tipe perokok yang dipengaruhi oleh perasaan positif. Dengan merokok seseorang merasakan penambahan rasa yang positif. Green (dalam Psychological Factor in Smoking, 1978) menambahkan 3 sub tipe ini :
a.       Pleasure relaxation, perilaku merokok hanya untuk menambah atau meningkatkan kenikmatan yang sudah didapat, misalnya merokok setelah minum kopi atau makan.
b.      Stimulation to pik them up. Perilaku merokok hanya dilakukan sekedarnya untuk menyenangkan perasaan.
c.       Pleasure of handling the cigarette. Kenikmatan yang diperoleh dengan memegang rokok, misalnya merokok dengan pipa.
2.      Perilaku merokok yang dipengaruhi oleh perasaan negatif. Banyak orang menggunakan rokok untuk mengurangi perasaan negatif, misalnya bila marah, cemas ataupun gelisah, rokok dianggap sebagai penyelamat.
3.      Perilaku merokok yang adiktif. Oleh Green disebut sebagai psychological addiction. Bagi yang sudah adiksi, akan menambah dosis rokok yang digunakan setiap saat setelah efek dari rokok yang dihisapnya berkurang. Mereka umumnya akan pergi keluar rumah membeli rokok, walau tengah malam sekalipun.
4.      Perilaku merokok yang sudah menjadi kebiasaan. Mereka menggunakan rokok sama sekali bukan karena untuk mengendalikan perasaan mereka, tetapi karena benar-benar sudah kebiasaan rutin. Pada tipe orang seperti ini merokok merupakan suatu perilaku yang bersifat otomatis.    

 Tempat  merokok juga mencerminkan perilaku si perokok, yang dapat digolongkan atas :
1.      Merokok di tempat umum.
  • Kelompok homogen (sama-sama perokok), secara bergerombol mereka menikmati kebiasaannya. Umumnya masih menghargai orang lain, karena itu mereka menempatkan diri di smoking area.
  • Kelompok yang heterogen (merokok di tengah orang lain yang tidak merokok). Pada tipe ini tergolong sebagai orang yang tidak berperasaan, kurang etis dan tidak mempunyai tata krama, bertindak kurang terpuji serta kurang sopan.
2.      Merokok di tempat yang bersifat pribadi
Di kantor atau di kamar tidur pribadi. Pada tipe ini individu tergolong kurang menjaga kebersihan diri, penuh dengan rasa gelisah yang mencekam. Di toilet. Perokok jenis ini dapat digolongkan sebagai orang yang suka berfantasi.

UPAYA PENANGGULANGAN BAHAYA ROKOK BAGI KESEHATAN       
           
         Betapa sulitnya memberantas kebiasaan merokok. Hampir semua orang mengetahui bahwa racun nikotin yang terdapat dalam asap rokok membahayakan bagi kesehatan. Bukan hanya untuk perokok itu sendiri melainkan juga untuk orang-orang disekitarnya yang ikut menghisap asap tersebut (perokok pasif). Selain itu, asap rokok juga mengganggu hubungan sosial antara perokok dan bukan perokok.
         Menurut Sarlito Wirawan Sarwono (Psikologi Lingkungan,1992) orang-orang yang merokok tidak mau menghentikan kebiasaannya karena beberapa alasan, antara lain :
v      Faktor kenikmatan (kecanduan nikotin).
v      Status ( simbol kelaki-lakian).
v      Mengakrabkan hubungan sosial sesama perokok.
Pengendalian masalah rokok sebenarnya telah diupayakan diantaranya melalui penetapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dibeberapa tatanan dan sebagian wilayah Jakarta, Kota Bogor, Kota Cirebon dan sebagainya.Begitu juga beberapa lintas sektor seperti Departemen Perhubungan dengan menetapkan penerbangan pesawat menjadi penerbangan tanpa asap rokok, Departemen Pendidikan Nasional menetapkan sekolah menjadi kawasan tanpa rokok, serta beberapa Pemda yang menyatakan tempat kerja sebagai kawasan tanpa asap rokok.
Kawasan Tanpa Rokok adalah ruangan atau arena yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan produksi, penjualan, iklan, promosi,  ataupun penggunaan rokok. Penetapan Kawasan Tanpa Rokok merupakan upaya perlindungan masyarakat terhadap risiko ancaman gangguan kesehatan karena lingkungan tercemar asap rokok. Penetapan Kawasan Tanpa Rokok perlu diselenggarakan di tempat umum, tempat kerja, angkutan umum, tempat ibadah, arena kegiatan anak-anak, institusi pendidikan dan tempat pelayanan kesehatan.

Tujuan umum dari Kawasan Tanpa Rokok  adalah menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat rokok. Sedangkan tujuan khusus penetapan Kawasan Tanpa Rokok adalah :
Ø       Mewujudkan lingkungan yang bersih, sehat, aman, dan nyaman.
Ø       Memberikan perlindungan bagi masyarakat bukan perokok.
Ø       Menurunkan angka perokok.
Ø       Mencegah perokok pemula.
Ø       Melindungi generasi muda dari penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif (NAPZA).

Disamping itu, manfaat penetapan Kawasan Tanpa Rokok adalah :
Ø       Bermartabat, yakni menghargai dan melindungi hak asasi bukan perokok.
Ø       Ekonomis :
v   Meningkatkan produktivitas.
v   Mengurangi beban biaya hidup.
v   Menurunkan angka kesakitan.
Ø       Menciptakan tempat umum, sarana kesehatan, tempat kerja, institusi pendidikan, arena kegiatan anak-anak, tempat ibadah dan angkutan umum yang sehat, aman dan nyaman.

Dari keterkaitan berbagai aspek yang ada dalam permasalahan merokok, maka penanggulangan masalah merokok bukan saja menjadi tanggung jawab sektor kesehatan, melainkan tanggung jawab berbagai sektor yang terkait dengan minimal menetapkan Kawasan Tanpa Rokok di tempat kerja masing-masing. Penetapan Kawasan Tanpa Rokok diberbagai tatanan dapat diwujudkan melalui penggalangan komitmen bersama untuk melaksanakannya. Dalam hal ini peran lintas sektor sangatlah penting untuk menentukan keberhasilan dari penetapan Kawasan Tanpa Rokok sebagai salah satu upaya penanggulangan bahaya rokok.
Rendahnya kesadaran masyarakat tentang bahaya rokok menjadi alasan sulitnya penetapan Kawasan Tanpa Rokok yang ditunjukkan dengan keadaan hampir 70% perokok di Indonesia mulai merokok sebelum umur 19 tahun. Bahkan data Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) 2003 meyebutkan usia 8 tahun sudah mulai merokok.



Read more...

Administrasi Negara, Administrasi Publik

UNSUR ADMINISTRASI



KEGIATAN

KERJASAMA

SEKELOMPOK
ORANG

TUJUAN
SARANA DAN PRASARANA

NEGARA VS PUBLIK

NEGARA
PUBLIK
Lembaga formal yang memiliki mandate (dengan asumsi bahwa mekanisme demokratis berlangsung) dari rakyat melalui cara-cara tertentu yang dapat dibenarkan oleh hukum yang berlaku untuk memenuhi kepantingan publik
Lembaga ataupun kegiatan yang berkaitan dengan kepentingan / kehidupan golongan sebagai sstu kesatuan dengan ciri, norma, semboyan, dan tata cara tersendiri




Administrasi Negara : Kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah (terutama eksekutif) dalam sebuah kerja sama  untuk memecahkan masalah-masalah kemasyarakatan dengan menggunakan sarana dan prasarana tertentu (diadaptasi dari, Nigro & Nigro, 1984)

Administrasi Publik : Kegiatan yang dilakukan oleh orang-orang yang mengorganisasikan sebagai publik secara kolektif dengan tugas dan kewajiban masing-masing untuk memecahkan masalah publik guna mencapai tujuan mereka bersama dengan menggunakan sarana dan prasarana tertentu (diadaptasi dari Caiden, 1982)

BATASAN KONSEP

Pertanyaan
  1. Apakah sesungguhnya ada yang disebut Teori Administrasi Negara / Publik?
  2. Jika ad, kapan suatu teori disebut Teori Administrasi Negara / Publik?
  3. Teori seperti apa yang berkembang dalam studi Administrasi Negara / Publik?
 
TEORI
Pandangan Orang Awam
1.        Teori adalah kesimpulan sementara atau hipotesis  tentang realitas yang belum dimengerti sepenuhnya.
2.        Teori adalah sesuatu yang berbeda dari realitas.
Pandangan Ilmuwan
1.        Teori adalah cara terpendek untuk menjelaskan berbagai fenomena (Charlesworth, 1982).
2.        Teori tidak menjelaskan seluruh dimensi dari realitas yang kompleks, tetapi cenderung mengambil beberapa karakteristik  pokoknya sesuai dengan kepentingan atau tujuan dari diciptakannya teori tersebut (Simon, dan Burstain,1985).
3.        Teori adalah jaringan ide yang menjelaskan hubungan antara dua variabel atau lebih (Joseph Easton, dalam Esman, 1972).
4.        Teori adalah unsur informasi ilmiah yang paling umum dan paling luas bidang cakupannya (Singarimbun dan Effendi, 1982)


KARAKTERISTIK TEORI
  1. Bersifat praktis
-        Memiliki unsur-unsur diagnotis (kenapa suatu situasi problematis tertentu terjadi?).
-        Instrumental (bagaimana mencapai tujuan?)
  1. Tidak bebas nilai
Setiap orang yang berteori  harus memiliki tanggungjawab moral terhadap teori dan buah pikiran yang diciptakan.
  1. Praxis
Teori dan praktek tidak mempunyai jarak, atau manjadi satu


Read more...

Lentera Malam Dalam Serpihan Tulang

Perspektif dari generasi ke generasi Jayadikrama - Lawi
Karya : Buyut Jayadikrama

Sebongkah batu cerita tak bertulis. Yang mereka bawa oleh hembusan angin. Tentang sebuah peradaban pendahulu kita. Bagai lentera redup diantara  puing-puing berserakan Membawa penerangan peradaban baru. Untuk dipertemukan kembali

Ketika senyap pun berbisik. Memecah kebisuan dan keraguan. Tertatih berjalan dalam tembang kegelapan. Api lentera berkedip tertiup angin. Seakanenggan menemaniku berjalan. Membawaku dalam damai. menapak ditanah kering nan terjal berbatu.

Aku adalah serpihan tulang berserakan. Mengharap keutuhan abadi. Pekat dalam induk semangnya. Saat lenterapun makin redup diantara kerapuhan. Renta senjapun senantiasa menyelimuti jiwaku. Dalam tatapan kerinduan penuh tanya. Kapan lentera kubawa terang kembali. Membawa langkah kaki pada lorong peradaban. Bukan sekedar dongeng penghantar tidur.

Aku menyapamu dan kaupun terdiam. Kau pun menyapaku dalam diam. Alu bertanya. Siapa aku. Siapa kau. Dan siapa mereka. Dari mana kita. Dalam diam mereka menjawab. Adalah kita dari tulang berserakan. dari sebuag lentera peradaban.  


Read more...

PENERAPAN KEBIJAKAN PELAYANAN PUBLIK BAGI MASYARAKAT DENGAN KEBUTUHAN KHUSUS

PENERAPAN KEBIJAKAN PELAYANAN PUBLIK
BAGI MASYARAKAT DENGAN KEBUTUHAN KHUSUS
Pengalaman Departemen Sosial
Disampaikan pada Focused Group Discussion (FGD) “Kajian Penerapan Pelayanan Khusus
(Service for Customers with Special Needs) pada Sektor Pelayanan Publik, Lembaga
Administrasi Negara, Sahira Butik Hotel, Bogor 9 – 10 Oktober 2008
Oleh Edi Suharto, PhD
Pembantu Ketua I Bidang Akademik, Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial Bandung; Social
Policy Analyst & Consultant, Local Governance Initiative (LGI), Hungary. Web:
www.policy.hu/suharto Email: suharto@policy.hu
Dalam konteks negara modern, pelayanan publik telah menjadi lembaga dan profesi
yang semakin penting. Ia tidak lagi merupakan aktivitas sambilan, tanpa payung
hukum, gaji dan jaminan sosial yang memadai, sebagaimana terjadi di banyak negara
berkembang pada masa lalu.
Sebagai sebuah lembaga, pelayanan publik menjamin keberlangsungan administrasi
negara yang melibatkan pengembangan kebijakan pelayanan dan pengelolaan
sumberdaya yang berasal dari dan untuk kepentingan publik. Sebagai profesi,
pelayanan publik berpijak pada prinsip-prinsip profesionalisme dan etika seperti
akuntabilitas, efektifitas, efisiensi, integritas, netralitas, dan keadilan bagi semua
penerima pelayanan.
Menguatnya embusan globalisasi, demokratisasi, dan desentralisasi membawa
peluang sekaligus tantangan tersendiri bagi pelayanan publik, khususnya pelayanan
sosial bagi masyarakat dengan kebutuhan khusus. Dengan memfokuskan pada
kelompok penyandang cacat dan lanjut usia, makalah ini membahas bagaimana
Departemen Sosial menerapkan kebijakan pelayanan sosial terhadap kelompok yang
kurang beruntung ini.
Kebijakan dan pelayanan publik
Kebijakan publik adalah keputusan-keputusan yang mengikat bagi orang banyak pada
tataran strategis atau bersifat garis besar yang dibuat oleh pemegang otoritas publik.
Sebagai keputusan yang mengikat publik maka kebijakan publik haruslah dibuat oleh
otoritas politik, yakni mereka yang menerima mandat dari publik atau orang banyak,
umumnya melalui suatu proses pemilihan untuk bertindak atas nama rakyat banyak.
Selanjutnya, kebijakan publik akan dilaksanakan oleh administrasi negara yang di
jalankan oleh birokrasi pemerintah. Fokus utama kebijakan publik dalam negara
modern adalah pelayanan publik, yang merupakan segala bentuk jasa pelayanan, baik
dalam bentuk barang maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung
jawab dan dilaksanakan oleh negara untuk mempertahankan atau meningkatkan
kualitas kehidupan orang banyak (Wikipedia, 2008).
2
Dalam pelaksanaannya, kebijakan publik ini harus diturunkan dalam serangkaian
petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis yang berlaku internal dalam birokrasi.
Sedangkan dari sisi masyarakat, yang penting adalah adanya suatu standar pelayanan
publik, yang menjabarkan pada masyarakat apa pelayanan yang menjadi haknya,
siapa yang bisa mendapatkannya, apa persyaratannnya, juga bagaimana bentuk
layanan itu.
Untuk mewujudkan keinginan tersebut dan menjadikan kebijakan tersebut efektif,
maka diperlukan sedikitnya tiga hal:
1. Adanya perangkat hukum berupa peraturan perundang-undangan sehingga
dapat diketahui publik apa yang telah diputuskan;
2. Kebijakan ini harus jelas struktur pelaksana dan pembiayaannya; dan
3. Adanya kontrol publik, yakni mekanisme yang memungkinkan publik
mengetahui apakah kebijakan ini dalam pelaksanaannya mengalami
penyimpangan atau tidak (Wikipedia, 2008).
Dalam masyarakat otoriter kebijakan dan pelayanan publik seringkali hanya
berdasarkan keinginan penguasa semata. Sehingga penjabaran tiga hal di atas tidak
berjalan. Tetapi dalam masyarakat demokratis, yang kerap menjadi persoalan adalah
bagaimana menyerap opini publik dan membangun suatu kebijakan yang mendapat
dukungan publik.
Kemampuan para pemimpin politik berkomunikasi dengan masyarakat guna
menampung keinginan mereka adalah penting. Tetapi sama pentingnya adalah
kemampuan para pemimpin untuk menjelaskan pada masyarakat kenapa suatu
keinginan tidak bisa dipenuhi.
Adalah naif untuk mengharapkan bahwa ada pemerintahan yang bisa memuaskan
seluruh masyarakat setiap saat. Namun, adalah otoriter suatu pemerintahan yang tidak
memperhatikan dengan sungguh-sungguh aspirasi dan berusaha mengkomunikasikan
kebijakan yang berjalan maupun yang akan dijalankannya.
Tantangan global
Saat ini tantangan utama negara-bangsa di seluruh dunia bukan lagi isu perang dingin.
Melainkan meningkatnya kompleksitas kemiskinan, konflik etnis, penguatan
demokrasi dengan segala resikonya, serta globalisasi ekonomi termasuk perubahan
peran dan interaksi antara negara, pasar, dan masyarakat madani. Selain itu, aspirasi
dan tuntutan masyarakat juga semakin meningkat akibat semakin terbukanya
informasi dan meningkatnya kesadaran hak-hak warga negara.
Perubahan global ini telah mengubah lingkungan dimana pemerintahan beroperasi,
menantang peran tradisional negara, dan memperkenalkan aktor-aktor baru pada
proses pembangunan dan kepemerintahan (governance). Transformasi global ini juga
menuntut reformulasi peran dan tanggung jawab para pegawai negeri sebagai
pengelola sumber-sumber publik dan penjaga mandat kepercayaan masyarakat.
Eskalasi perubahan global ini juga telah menimbulkan isu-isu moral seperti
penyalahgunaan kekuasaan, korupsi, crony capitalism, “sweatheart deal”
privatization, dan perilaku pemerintah yang tidak profesional dan etis lainnya
(UNDESA, 2000).
3
Studi-studi menunjukkan bahwa rendahnya kualitas dan efektifitas pelayanan publik
telah melahirkan dampak multidimensional. Secara sosial-politik, buruknya pelayanan
publik menimbulkan erosi kepercayaan dan sinisme warga terhadap pemerintah yang
pada gilirannya meruntuhkan ketertiban dan kedamaian pada masyarakat.
Secara ekonomi, korupsi dan rendahnya akuntabilitas institusi publik bukan saja telah
mengurangi anggaran pelayanan bagi rakyat banyak. Melainkan pula telah
menghambat perekonomian. Bukti-bukti empiris di banyak negara memperlihatkan
bahwa korupsi memiliki dampak negatif yang signifikan dan luas terhadap investasi
dan perdagangan.
Sebaliknya, korupsi yang rendah memacu investasi dan pertumbuhan ekonomi.
Analisis Regresi yang dilakukan Paul Mauro (1998) menunjukkan bahwa sebuah
negara yang mampu memperbaiki indeks korupsinya, misalnya dari 6 ke 8 (0 adalah
indeks korupsi tertinggi dan 10 terendah) mengalami peningkatan 4 persen dalam
tingkat investasi dan 0,5 persen dalam pertumbuhan GDP tahunannya.
Pergeseran paradigma
Sebagai bagian dari respon terhadap tantangan global di atas, telah terjadi pergeseran
paradigma dalam pelayanan publik. Tiga pergeseran di bawah ini penting dicatat.
1. Dari problems-based services ke rights-based services. Pelayanan sosial yang
dahulunya diberikan sekadar untuk merespon masalah atau kebutuhan
masyarakat, kini diselenggarakan guna memenuhi hak-hak sosial masyarakat
sebagaimana diamanatkan oleh konstitusi nasional dan konvensi internasional.
2. Dari rules-based approaches ke outcome-oriented approaches. Pendekatan
pelayanan publik cenderung bergeser dari yang semata didasari peraturan
normatif menjadi pendekatan yang berorientasi kepada hasil. Akuntabilitas,
efektifitas dan efisiensi menjadi kata kunci yang semakin penting.
3. Dari public management ke public governance. Menurut Bovaird dan Loffler
(2003), dalam konsep manajemen publik, masyarakat dianggap sebagai klien,
pelanggan atau sekadar pengguna layanan sehingga merupakan bagian dari
market contract. Sedangkan dalam konsep kepemerintahan publik, masyarakat
dipandang sebagai warga negara yang merupakan bagian dari social contract.
Namun demikian, ini tidak b erarti bahwa paradigm baru menafikan sama sekali
paradigma lama. Meski paradigma baru cenderung semakin menguat, diantara
keduanya senantiasa ada persinggungan dan kadang saling mendukung.
Situasi Indonesia
Pelayanan Publik di Indonesia cenderung memiliki beberapa permasalahan yang
mendasar. Selain efektifitas pengorganisasian dan partisipasi publik dalam
penyelenggaraan pelayanan masih relatif rendah, pelayanan publik juga belum
memiliki mekanisme pengaduan dan penyelesaian sengketa. Akibatnya, kualitas
produk layanan juga belum memuaskan para penggunanya.
4
Selain itu, pelayanan publik di Indonesia juga belum responsif terhadap masyarakat
dengan kebutuhan khusus, termasuk terhadap kelompok rentan, penyandang cacat,
lanjut usia dan komunitas adat terpencil.
Sebagai contoh, nasib anak berkebutuhan khusus atau penyandang cacat di Indonesia,
sangat memprihatinkan dan jauh tertinggal dibanding di negara Asia lainnya. Nasib
mereka masih terpinggirkan hampir di semua sektor, mulai pendidikan, pekerjaan,
hingga ketersediaan fasilitas publik yang bersahabat (Suara Pembaruan, 23 Juli 2008).
Diakui, memang sudah ada regulasi tentang penyandang cacat, yakni UU 4/1997 dan
diperkuat lagi dengan UU 23/2002 tentang Perlindungan Anak yang di dalamnya
diatur soal anak-anak penyandang cacat. Namun, dalam kenyataannya instrumen legal
ini belum dapat diimplementasikan secara efektif. Sejumlah aturan yang
mengharuskan keberpihakan pada penyandang cacat tidak dipatuhi, baik oleh
masyarakat, kalangan swasta maupun pemerintah sendiri.
Belum lama ini Departemen Pendidikan Nasional memangkas anggaran pendidikan
untuk anak-anak penyandang cacat. Kebijakan pemerintah memangkas anggaran
pendidikan bagi anak-anak penyandang cacat dari Rp 300 miliar pada tahun anggaran
2007 menjadi Rp 130 miliar untuk anggaran 2008, jelas merupakan langkah
diskriminatif.
Sebab, anak luar biasa membutuhkan pelayanan khusus. Mereka seharusnya mendapat
perhatian khusus atau minimal sama dengan anak biasa (normal) pada umumnya
dalam mendapatkan hak pendidikan. Anak berkebutuhan khusus memiliki keperluan
yang berbeda dengan anak normal. Untuk membeli alat tulis misalnya, anak normal
cukup mengeluarkan sekitar Rp 500-Rp 1.000. Bagi anak tunanetra (buta)
pengeluaran untuk alat tulis huruf Braille bisa mencapai Rp 15.000.
Selain persoalan UU yang ada belum diimplementasikan sebagaimana mestinya,
sehingga hanya menjadi dokumen belaka, anggota masyarakat juga masih banyak
yang menganggap kelompok rentan dan berkebutuhan khusus sebagai orang yang tak
layak masuk dalam ruang publik. Wujudnya, pandangan sinis hingga sikap yang
secara langsung maupun tidak langsung mengeliminasi orang cacat atau lanjut usia
dari kehidupan sosial.
Peran Depsos
Depsos adalah lembaga pemerintah yang fungsi utamanya menjalankan pembangunan
kesejahteraan sosial. Pembangunan kesejahteraan sosial pada intinya merupakan
seperangkat kebijakan, program dan kegiatan pelayanan sosial yang dilakukan melalui
pendekatan rehabilitasi sosial, perlindungan sosial dan pemberdayaan sosial guna
meningkatkan kualitas hidup, kemandirian, dan terpenuhinya hak-hak dasar
masyarakat (Suharto, 2008a).
Sasaran utama pembangunan kesejahteraan sosial adalah kelompok-kelompok lemah
dan kurang beruntung yang dikenal dengan istilah Penyandang Masalah
Kesejahteraan Sosial (PMKS) atau Pemerlu Pelayanan Sosial (PKS) (Suharto, 2008b).
Lima permasalahan sosial yang menjadi target Depsos mencakup kemiskinan,
ketelantaran, kecacatan, keterasingan, dan ketunaan sosial.
5
Dalam garis besar, penerapan kebijakan pelayanan sosial difokuskan pada lima
program, yaitu:
1. Program pengembangan potensi kesejahteraan sosial, seperti organisasi sosial,
Lembaga Swadaya Masyarakat, dan dunia usaha dalam upaya memperluas
jangkauan pelayanan sosial.
2. Program peningkatan kualitas manajemen dan profesionalisme pelayanan
sosial. Tujuan utamanya adalah meningkatnya mutu dan profesionalisme
pelayanan sosial melalui pengembangan alternatif-alternatif strategi pekerjaan
sosial, standardisasi dan legislasi pelayanan sosial.
3. Program pengembangan keserasian kebijakan publik dalam penanganan
masalah-masalah sosial. Tujuan utamanya adalah terwujudnya koordinasi dan
jaringan kerja yang dapat meningkatkan sistem perlindungan dan ketahanan
sosial masyarakat sehingga mereka mampu merespon gelagat dan dampak
perubahan sosial di sekitarnya.
4. Program pengembangan sistem informasi kesejahteraan sosial. Tujuannya
adalah mengidentifikasi data dan informasi kesejahteraan sosial yang
diperlukan bagi perumusan kebijakan sosial, mekanisme peringatan dini, dan
koordinasi jaringan kelembagaan dalam mengendalikan masalah-masalah
sosial.
5. Program peningkatan peran serta masyarakat dan pengarusutamaan jender.
Program ini bertujuan utnuk meningkatkan partisipasi publik dan peran
lembaga-lembaga pemberdayaan perempuan.
Pelayanan sosial bagi penyandang cacat
Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Depsos memperkirakan jumlah penyandang
Cacat pada tahun 2006 adalah sekitar 2,429,708 atau 1,2 persen dari total penduduk
(Suharto, 2007). Survey yang dilakukan Pusdatin Depsos pada tahun 2007
menunjukkan bahwa, populasi penyandang cacat adalah sekitar 3,11 persen dari total
penduduk Indonesia. Jika jumlah penduduk tercatat 220 juta, maka jumlah
penyandang cacat mencapai 7,8 juta jiwa.
Kecacatan adalah hilangnya atau abnormalitasnya fungsi atau struktur anatomi,
psikologi maupun fisiologi seseorang. Menurut Undang Undang Nomor 4 Tahun 1997
tentang Penyandang Cacat, penyandang cacat diklasifikasikan dalam tiga jenis
kecacatan yaitu cacat fisik, cacat mental, serta cacat fisik dan mental yang dikenal
dengan “cacat ganda”.
Kecacatan menyebabkan seseorang mengalami keterbatasan atau gangguan yang
mempengaruhi keleluasaan aktivitas fisik, kepercayaan dan haraga diri, hubungan
antar manusia maupun dengan lingkungannya. Permasalahan sosial yang timbul dari
kecacatan antara lain adalah ketidakberfungsian sosial, yakni kurang mampunya
penyandang cacat melaksanakan peran-peran sosialnya secara wajar.
Masalah kecacatan juga akan semakin berat bila disertai dengan masalah
kesejahteraan sosial lainnya seperti kemiskinan, keterlantaran dan keterasingan.
Kondisi seperti ini menyebabkan hak penyandang cacat untuk tumbuh kembang dan
berkreasi sebagaimana orang-orang yang tidak cacat tidak dapat terpenuhi.
6
Masalah yang masih dihadapi dalam kaitannya dengan pelayanan sosial bagi
penyandang cacat adalah:
􀂃 Belum tersedianya data yang akurat dan terkini tentang karakteristik
kehidupan dan penghidupan berbagai jenis penyandang cacat.
􀂃 Belum memadainya jumlah dan kualitas tenaga spesialis untuk berbagai jenis
kecacatan.
􀂃 Terbatasnya sarana pelayanan sosial dan kesehatan serta pelayanan lainnya
yang dibutuhkan oleh penyandang cacat, termasuk aksesibilitas terhadap
pelayanan umum yang dapat mempermudah kehidupan penyandang cacat.
􀂃 Terbatasnya lapangan kerja bagi mereka (Depsos, 2003).
Pelayanan sosial bagi penyandang cacat yang dilakukan Depsos meliputi:
􀂃 Pelayanan sosial di rumah (home care services) untuk konseling perlakuan
dalam situasi rumah, terapi fisik, diagnosis dan perantara untuk penempatan
dalam institusi sekolah, rujukan pelayanan rehabilitasi sosial, lapangan kerja,
pelayanan alat bantu khusus bagi penyandang cacat dan aktivitas waktu luang.
􀂃 Pelayanan rehabilitasi dan dukungan untuk melaksanakan kehiduppan secara
mandiri, meliputi usaha bimbingan fisik, mental, motorik dan mobilitas, terapi
sikap dan perilaku.
􀂃 Jaminan perlindungan dan aksesibilitas terhadap pelayanan publik.
􀂃 Bimbingan terapi kerja, praktek belajar kerja serta pemberian bantuan usaha
ekonomis produktif secara kelompok usaha bersama (KUBE) serta
pengembangan budaya kewirausahaan.
􀂃 Standardisasi pelayanan sosial.
􀂃 Pengembangan sistem rujukan, advokasi dan pemberian kuota pekerjaan, serta
bibimbingan resosialisasi dan penyaluran dengan mendayugunakan
mekanisme Unit Pelayanan Sosial Keliling (UPSK), Loka Bina Karya (LBK),
Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (RBM) dan Pusat Pelatihan Keterampilan
Kerja Penyandang Cacat serta lembaga pelayanan sosial lainnya.
􀂃 Selain itu, untuk meningkatkan apreasi masyarakat terhadap hak asasi
penyandang cacat dilakukan penyuluhan dan peningkattan sensitivitas
masyarakat terhadap kehidupan penyandang cacat, advokasi dan perbaikan
kurikulum lembaga-lembaga pendidikan dan latihan (Depsos, 2003).
Pelayanan sosial bagi lanjut usia
Meningkatnya pendapatan masyarakat, membaiknya status kesehatan dan gizi
masyarakat, dan perubahan pola hidup telah meningkatkan usia harapan hidup dan
populasi lanjut usia di Indonesia. Saat ini, Indonesia telah memasuki era penduduk
berstruktur lanjut usia (ageing structured population).
Jika pada tahun 1980, rata-rata penduduk yang berusia lebih dari 60 tahun “hanya”
sekitar 5,45 persen dari total penduduk. Maka pada tahun 1990 dan 2000,
prosentasenya meningkat menjadi 6,29 persen dan 7,18 persen. Pada tahun 2010 dan
2020, prosentase lanjut usia diperkirakan akan meningkat lagi menjadi 9,77 persen
dan 11,34 persen dari keseluruhan penduduk Indonesia (Depsos, 2008; Suharto,
2008c).
7
Tantangan utama yang dihadapi akibat meningkatnya jumlah lanjut usia, terutama
mereka yang tidak potensial dan terlantar, adalah penyediaan perlindungan sosial baik
yang bersifat formal maupun informal. Penyiapan lapangan kerja yang sesuai dengan
kemampuan fisik lanjut usia merupakan tantangan lain bagi mereka yang masih
potensial.
Isu-isu lain yang terkait dengan kelanjut usiaan antara lain adalah:
􀂃 Belum adanya data lanjut usia yang akurat.
􀂃 Masih terjadinya duplikasi pelaksanaan program pelayanan sosial.
􀂃 Jumlah lembaga pelayanan sosial lanjut usia tidak sebanding dengan jumlah
dan kompleksitas permasalahan lanjut usia.
􀂃 Kurangnya informasi mengenai program dan pelayanan sosial kepada
masyarakat.
􀂃 Penyediaan aksesibilitas lanjut usia pada prasarana dan saranan umum masih
sangat terbatas (Depsos, 2008).
Pelayanan sosial bagi lanjut usia yang dilakukan Depsos meliputi tiga sistem (Depsos,
2008):
1. Pelayanan sosial dalam panti (institutional-based services):
􀂃 Pelayanan sosial reguler dalam Panti Sosial Tresna Wredha (PSTW) di
243 panti untuk memenuhi kebutuhan hidup 11.416 lansia secara
layak.
􀂃 Pelayanan harian (daycare services). Pelayanan sosial yang disediakan
bagi lanjut usia yang bersifat sementara, dilaksanakan pada siang hari
pada waktu tertentu.
􀂃 Pelayanan subsidi silang.
2. Pelayanan sosial luar panti (community-based services):
􀂃 Home Care. Pelayanan sosial bagi lanjut usia yang tidak potensial yang
berada di lingkungan keluarganya. Misalnya, pemberian bantuan
pangan, bantuan kebersihan, perawatan kesehatan, pendampingan,
reksreasi, konseling dan rujukan. Pada tahun 2008 tercatat 5.812 lanjut
usia yang menerima pelayanan ini di 33 provinsi.
􀂃 Foster Care. Pelayanan sosial bagi lanjut usia terlantar melalui
keluarga orang lain.
􀂃 Jaminan sosial yang berupa tunjangan uang sebesar Rp. 300.000 per
orang per bulan. Pelayanan ini telah dilakukan sejak tahun 2006 di 6
provinsi terhadap 2.500 lanjut usia. Pada tahun 2007 diterapkan di 10
provinsi terhadap 3.500 lanjut usia. Pada tahun 2008, lanjut usia yang
menerima pelayanan ini menjadi 10.000 orang yang tersebar di 15
provinsi.
􀂃 Pemberdayaan lanjut usia potensial melalui Usaha Ekonomi Produktif
(UEP) dan Kelompok Usaha Bersama (KUBE). Di 33 provinsi, UEP
menjangkau 14.218 orang dan KUBE menjangkau 6.320 orang.
􀂃 Pelayanan sosial masyarakat yang dilakukan melalui Pusat Santunan
Keluarga (PUSAKA) dan Karang Lansia. Misalnya, di DKI Jakarta
8
terdapat 115 PUSAKA dan 53 Karang Lansia yang melayani 5.615
orang.
3. Pelayanan terobosan (uji coba):
􀂃 Uji coba pelayanan harian lanjut usia di 5 lokasi, yaitu di PSTW Budhi
Dharma Bekasi, Karang Wredha Yudistira Sidoarjo, PSTW Puspa
Karma Mataram, Medan dan Kupang.
􀂃 Uji coba Trauma Center Lanjut Usia di 5 lokasi, yaitu DKI Jakarta,
Jawa Barat, Yogyakarta, NTB, dan Makassar.
􀂃 Uji coba Home Care di 6 lokasi, yaitu di DKI Jakarta, Jawa Barat,
Jawa Tengah, Nanggro Aceh Darussalam, dan Kalimantan Selatan.
􀂃 Pelayanan dukungan di bidang kesehatan (seperti Puskesmas Santun
Lansia dan Pengobatan Gratis/Kartu Gakin/JKM), ketenagakerjaan
(penyiapan Pra Lansia memasuki lanjut usia), dan transportasi (reduksi
tiket bagi lanjut usia).
Referensi
Bovaird, Tonny dan Elke Loffler (2003), Public Management and Governance,
London: Routledge
Depsos (2003), Pedoman Umum Program Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, Jakarta:
Depsos RI
Depsos (2008), Kebijakan dan Program Pelayanan dan Perlindungan Kesejahteraan
Sosial Lanjut Usia, Jakarta: 2008
Mauro, Paul (1998), “Corruption: Causes, Consequences, and Agenda for Further
Research” dalam Finance & Development, A Quarterly Publication of IMF
and the World Bank, March, hal.12
Suara Pembaruan (2008), “Permasalahan Anak Seperti Gunung Es”, Koran Suara
Pembaruan, edisi 23 Juli
Suharto, Edi (2007), “Roles of Social Workers in Indonesia: Issues and Challenges in
Rehabilitation for Persons with Disability”, makalah yang disajikan pada The
Third Country Training on Vocational Rehabilitation for Persons with
Disabilities, National Vocational Rehabilitation Centre (NVRC) Cibinong,
Bogor-Indonesia, 14 Agustus
Suharto, Edi (2008a), Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik, Bandung: Alfabeta
(Cetakan Kedua)
Suharto, Edi (2008b), Analisis Kebijakan Publik, Bandung: Alfabeta (Cetakan
keempat)
Suharto, Edi (2008c), “Trend Lansia dan Pelayanan Sosial yang Harus Disediakan:
Perspektif Pekerjaan Sosial” , makalah yang disajikan pada Lokakarya
Kelanjut Usiaan dan Pelayanan Sosial Modern, Depsos RI, Bogor 23 Maret
UNDESA (United Nations Department of Economic and Social Affairs) (2000),
Profesionalism and Ethics in the Public service: Issues and Practices in
selected Regions, New York: UNDESA
Wikipedia (2008), Pelayanan Publik, http://id.wikipedia.org/wiki/Pelayanan_publik
(diakses 6 Oktober)
Read more...

Contoh-contoh Pertanyaan Umum dalam Wawancara



Contoh-contoh
Pertanyaan Umum dalam Wawancara
Di bawah ini diberikan daftar pertanyaan umum yang dapat menggali 12 aspek seperti berikut ini.
1. Motivasi

Pertanyaan yang dapat menggali aspek motivasi antara lain :

1.      Mengapa anda memutuskan untuk melamar pekerjaan di perusahaan ini ?
2.      Apa yang membuat anda menjadi tertarik dengan perusahaan ini ?
3.      Tanggung jawab apa yang anda anggap penting dalam pekerjaan ?
4.      Tantangan apa yang anda cari dalam pekerjaan ?
5.      Sebutkan dua hal yang memotivasi anda dalam bekerja.
6.      Apa yang dapat memotivasi anda dalam kehidupan pribadi anda ?
7.      Apa yang dapat memotivasi anda dalam menyelesaikan tugas yang sulit ?
8.      Apa yang dapat memotivasi anda agar menjadi sukses dalam pekerjaan ?
9.      Apa alasan anda keluar dari perusahaan sebelumnya ?
10. Apa yang membuat anda keluar dari perusahaan sebelumnya ?
11. Selama perjalanan karir anda, posisi mana yang paling anda sukai ?
12. Mengapa anda ingin mengubah karir ? (bila yang bersangkutan berpindah profesi/karir)
13. Apa arti bekerja bagi anda ?
Sumber : gilland-ganesha.com, buku "Sukses Mendapatkan Pekerjaan" - Anna T. Yuniarti, S.Psi.
2. Ketahanan Terhadap Tekanan (Stres)

Pertanyaan yang dapat menggali aspek ketahanan terhadap tekanan/stres antara lain :

1.      Apakah anda dapat bekerja di bawah tekanan ?
2.      Pernahkan anda bekerja di bawah tekanan ? Ceritakan bagaimana anda menyikapinya?
3.      Dalam lingkungan kerja seperti apa anda merasa nyaman ? (Terstruktur atau tidak ?)
4.      Seandainya ada konsumen yang marah karena hal yang bukan dilakukan anda, bagaimana anda menyikapinya ?
5.      Bagaimana anda menyikapi kritik yang diberikan kepada anda ?
6.      Seandainya anda mendapatkan pekerjaan yang tidak anda harapkan, apa yang akan anda lakukan ?
7.      Apa yang anda anggap sebagai hal yang berat untuk dilakukan dalam pekerjaan ?
8.      Seandainya anda dihadapkan dengan dua tugas yang harus diselesaikan pada saat yang bersamaan, apa yang akan anda lakukan ?
9.      Masalah terbesar apa yang pernah anda hadapi ? Bagaimana anda mengatasinya ?
Sumber : gilland-ganesha.com, buku "Sukses Mendapatkan Pekerjaan" - Anna T. Yuniarti, S.Psi.
3. Inisiatif

Pertanyaan yang dapat menggali aspek inisiatif antara lain :

1.      Apa yang anda ketahui tentang perusahaan ini ? Dan darimana serta bagaimana anda mengetahuinya ?
2.      Kriteria apa yang anda gunakan untuk mengevaluasi perusahaan yang anda harapkan menjadi tempat kerja anda ?
3.      Ceritakan mengenai pendidikan dan pelatihan yang pernah anda ikuti.
4.      Bagaimana anda mendapatkan pekerjaan selama ini ? (Apakah melalui iklan, referensi, dsb) - untuk yang sudah pernah bekerja.
Sumber : gilland-ganesha.com, buku "Sukses Mendapatkan Pekerjaan" - Anna T. Yuniarti, S.Psi.
4. Sikap kerja

Pertanyaan yang dapat menggali aspek sikap kerja antara lain :

1.      Seandainya anda ditempatkan di cabang perusahaan yang jauh dari lokasi anda, bagaimana anda menyikapinya ?
2.      Seandainya ada pengalihan tanggung jawab pada pekerjaan yang anda pegang, bagaimana anda menyikapinya ?
3.      Ceritakan mengenai pengalaman kerja anda. (untuk yang sudah bekerja)
4.      Apa tanggung jawab anda pada posisi tersebut ? (untuk yang sudah bekerja)
Sumber : gilland-ganesha.com, buku "Sukses Mendapatkan Pekerjaan" - Anna T. Yuniarti, S.Psi.
5. Kepercayaan Diri

Pertanyaan yang dapat menggali aspek kepercayaan diri antara lain :

1.      Menurut anda, apa definisi/arti kesuksesan ? Dan seberapa besar pengaruhnya bagi anda ?
2.      Menurut anda, apa definisi/arti kegagalan ? Dan seberapa besar pengaruhnya bagi anda ?
3.      Jelaskan ukuran/standar kesuksesan bagi anda.
4.      Pekerjaan apa yang telah anda selesaikan dengan sukses ?
5.      Apa peran anda dalam kesuksesan tersebut ?
6.      Bagaimana anda memandang diri sendiri saat ini ? Apakah sudah sukses ?
Sumber : gilland-ganesha.com, buku "Sukses Mendapatkan Pekerjaan" - Anna T. Yuniarti, S.Psi.
6. Kemampuan Berpikir Analitis

Termasuk di dalam kemampuan berpikir analitis adalah "Kemampuan Memecahkan Masalah" (problem solving) dan "Kemampuan Membuat Keputusan" (decision making).

Pertanyaan yang dapat menggali aspek kemampuan berpikir analitis antara lain :

1.      Masalah tersulit apa yang pernah anda alami ? Apa yang anda lakukan ? Bagaimana penyelesaiannya ?
2.      Hambatan atau kendala apa yang ditemukan selama kuliah atau belajar ? Bagaimana cara mengatasinya ?
3.      Ceritakan mengenai persoalan yang pernah anda pecahkan.
4.      Ceritakan situasi dimana anda pernah memiliki masalah dengan pengambilan keputusan.
5.      Ceritakan dimana anda harus membuat suatu keputusan.
6.      Ceritakan bagaimana anda pernah memecahkan masalah yang sulit.
7.      Ceritakan mengenai permasalahan yang paling sering anda hadapi dalam pekerjaan.
8.      Apakah anda pernah menyelesaikan suatu permasalahan bersama-sama rekan ? Apa peran anda dalam menyelesaikan masalah tersebut ?
9.      Apakah anda pernah diminta untuk menyelesaikan beberapa tugas dalam suatu waktu ? Apa yang anda lakukan ?
10. Bagaimana anda menyelesaikan suatu permasalahan yang muncul tiba-tiba ?
11. Bagaimana anda mengidentifikasikan kedatangan suatu masalah ?
12. Bagaimana anda membuat suatu keputusan penting ?
13. Bagaimana anda memecahkan masalah ?
14. Dalam situasi atau kondisi seperti apa, anda memiliki kemungkinan paling besar untuk berbuat kesalahan ?
15. Keputusan apa yang terasa sulit bagi anda ? Berikan Contohnya !
16. Menurut anda, faktor apa yang paling menentukan suksesnya seseorang ?
17. Apa yang anda lakukan saat dihadapkan dengan pengambilan keputusan yang penting ?
18. Apa yang anda lakukan saat kesulitan atau tidak dapat memecahkan persoalan yang anda hadapi ?
19. Keputusan tersulit apa yang telah anda buat selama tiga tahun terakhir ?
20. Kapan anda memutuskan untuk berhenti berusaha memecahkan suatu persoalan yang sulit ?
Sumber : gilland-ganesha.com, buku "Sukses Mendapatkan Pekerjaan" - Anna T. Yuniarti, S.Psi.
7. Kemampuan Pencapaian Keberhasilan (Achievement)

Pertanyaan yang dapat menggali aspek kemampuan pencapaian keberhasilan antara lain :

1.      Apakah anda senang mengerjakan pekerjaan/proyek yang sulit ?
2.      Apakah anda mempunyai prestasi yang dibanggakan ? Ceritakan !
3.      Apakah anda memiliki inisiatif ? Bagaimana anda menunjukkan hal tersebut ? Ceritakan satu contoh inisiatif yang telah anda ambil.
4.      Apakah anda pernah menyelesaikan persoalan yang sulit ? Atau yang sebelumnya anda pikir tidak dapat anda selesaikan ?
5.      Bagaimana anda menunjukkan keinginan (willingness) untuk bekerja ?
6.      Sebutkan prestasi yang pernah anda capai dalam pekerjaan atau masa kuliah/sekolah !
7.      Sebutkan lima pencapaian terbesar dalam hidup anda !
8.      Apa kegagalan terbesar yang pernah anda alami ? Kekecewaan apa yang anda alami ?
9.      Bagaimana anda mengatasi perasaan tersebut ? Dan mengatasi kegagalan tersebut ?
10. Hal atau lingkungan seperti apa yang paling mendorong anda dalam bekerja ?
11. Menurut anda, apa tantangan terbesar dalam pekerjaan ?
12. Sebutkan bagian dari pekerjaan yang paling menantang dan yang paling tidak menantang.
13. Apakah anda termasuk orang yang berani dalam mengambil risiko ?
14. Berdasarkan pengalaman anda, ceritakan secara rinci dalam hal apa anda mengambil risiko untuk menyelesaikan suatu tugas ?
15. Mengapa anda mengambil risiko tersebut ?
16. Risiko apa yang anda hadapi saat mengajukan suatu usulan ?
17. Prestasi apa yang pernah anda dapatkan di sekolah yang tidak dapat anda lupakan ?
18. Prestasi apa yang pernah anda capai dalam bekerja yang mendapatkan penghargaan dari pimpinan atau perusahaan ? (baik penghargaan lisan ataupun penghargaan tertulis atau materi).
Sumber : gilland-ganesha.com, buku "Sukses Mendapatkan Pekerjaan" - Anna T. Yuniarti, S.Psi.
8. Aspirasi Diri

Pertanyaan yang dapat menggali aspek aspirasi diri antara lain :

1.      Mata kuliah (mata pelajaran) apa yang paling anda senangi ? Mata kuliah (mata pelajaran) apa yang paling anda tidak senangi ? Kenapa ?
2.      Apa cita-cita anda ketika lulus sekolah ? Ketika lulus kuliah ?
3.      Apakah anda berniat melanjutkan sekolah ? Berniat melanjutkan kuliah ?
4.      Menurut anda, apakah nilai anda merupakan indikasi terbaik untuk hasil akademik anda ?
5.      Kenapa kami harus memilih anda ?
6.      Bisakah anda menyebutkan lima kelebihan dan lima kekurangan anda ?
7.      Bagaimana pendapat anda mengenai perusahaan ini ?
Sumber : gilland-ganesha.com, buku "Sukses Mendapatkan Pekerjaan" - Anna T. Yuniarti, S.Psi.
9. Kelemahan Diri

Pertanyaan yang dapat menggali aspek kelemahan diri antara lain :

1.      Apakah anda telah mencapai semua target yang telah anda tetapkan ? Bila tidak, mengapa ?
2.      Bagaimana anda mengatasi kegagalan dalam pencapaian target tersebut ?
3.      Kelemahan apa yang muncul saat anda dihadapkan pada tugas yang sulit ?
Sumber : gilland-ganesha.com, buku "Sukses Mendapatkan Pekerjaan" - Anna T. Yuniarti, S.Psi.
10. Sosialisasi

Pertanyaan yang dapat menggali aspek sosialisasi antara lain :

1.      Ceritakan kegiatan anda di waktu senggang.
2.      Kegiatan apa yang anda ikuti di lingkungan anda ?
3.      Seandainya anda menjadi anggota suatu organisasi, maka kegiatan apa dan peran apa yang akan anda lakukan dalam organisasi tersebut ?
4.      Selain belajar, kegiatan apa saja yang anda ikuti saat masih kuliah atau sekolah ? Posisi apa yang anda pegang ?
Sumber : gilland-ganesha.com, buku "Sukses Mendapatkan Pekerjaan" - Anna T. Yuniarti, S.Psi.
11. Kemandirian

Pertanyaan yang dapat menggali aspek kemandirian antara lain :

1.      Ceritakan keputusan-keputusan penting dalam hidup anda, yang anda anggap sebagai keputusan anda sendiri. Juga ceritakan keputusan penting yang anda anggap bukan keputusan anda sendiri.
2.      Mengapa anda memilih jurusan .... ?
3.      Dalam pengambilan suatu keputusan, siapa yang berpengaruh dalam diri anda ?
4.      Dalam hal-hal apa saja orang-orang tersebut anda sertakan ?
Sumber : gilland-ganesha.com, buku "Sukses Mendapatkan Pekerjaan" - Anna T. Yuniarti, S.Psi.
12. Kepemimpinan

Pertanyaan yang dapat menggali aspek kepemimpinan antara lain :

1.      Sebutkan kepribadian yang anda miliki yang mencerminkan kemampuan memimpin.
2.      Menurut anda, kualitas apa yang dibutuhkan seorang pemimpin ?
3.      Apa yang paling menjadi tantangan bagi seorang pemimpin ?
4.      Bagaimana cara anda mendelegasikan suatu tanggung jawab ?
5.      Apakah anda membutuhka pengawas dalam bekerja ?
6.      Bagaimana cara anda membuat suatu rencana kerja ?
7.      Bagaimana cara anda memberikan teguran atau mendisiplinkan bawahan anda ?
8.      Seandainya ada bawahan anda yang melanggar aturan perusahaan, bagaimana anda menghadapinya ?
9.      Atasan seperti apa yang anda harapkan ?
10. Seandainya anda kelebihan beban kerja, apa yang akan anda lakukan ?
11. Bagaimana cara anda untuk memotivasi sesorang ?
12. Atasan seperti apa yang menurut anda sulit untuk diajak kerja sama ?
13. Bawahan seperti apa yang menurut anda sulit untuk diajak kerja sama ?
14. Atasan seperti apa yang menurut anda tidak adil ?
15. Seandainya anda membuat suatu kebijakan, kemudian bawahan anda banyak yang menentangnya, bagaimana anda mengatasinya ?
Sumber : gilland-ganesha.com, buku "Sukses Mendapatkan Pekerjaan" - Anna T. Yuniarti, S.Psi.


Read more...